Puncak Hati

Heart to Heart

Showing posts with label Psychology. Show all posts
Showing posts with label Psychology. Show all posts

TERKADANG APA YANG KITA PELAJARI UNTUK APA, AKAN BERGUNA NANTINYA

Terkadang saat  kita  masih imut dan lucu masih polos tidak tahu apa-apa di Sekolah Dasar hanya mempelari pelajaran dan untuk apa? Rumus-rumus yang ribet, hitung-hitungan, pelajaran moral, agama, dan sebagainya. Tapi di masa itulah dasar-dasar terpupuk dan tersetting didalam diri saat SD. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah sangat berpengaruh dalam perkembangan saat umur Sekolah Dasar dan akan terbentuk lagi saat SMP.
Saat SMP pikiran mulai berkembang, bersosialisasi, berorganisasi, dan mencari jati diri. Mencari sesuatu yang menarik hati dalam kegalauan dan kebimbangan melihat kebenaran ( sok puitis). Di dalam pelajaran SMP pun kadang kita juga bingung. "Itu untuk apa?". Namun terus ikuti saja.

Mulai beranjak SMA yang mulai jatuh cinta dan terkadang apa itu cinta tidak tahu arti cinta yang membuat tergila-gila ( masa iya?). Pelajaran makin pusing dan tidak tahu untuk apa? Variabel matematika, hitung rumus turunan integral, dan pelajaran-pelajaran yang pusing lainnya.  

Dan...Welcome to The Campus bagi yang kuliah itu mulai terbuka untuk apa itu semua. Perhitungan Matematika di Statistika, Variabel Logika di Programing, Fisika Kimia di bagian Farmasi dan lain sebagainya karena mulai di spesialisasi, di khususkan untuk untuk menunjang tugas yang akan terpakai dipekerjaan nanti.

Terkadang saat kita menghadapi persoalan yang diluar pekerjaan, namun kita bisa menghadapinya karena kita sempat mempelajari sebelumnya yang mungkin kita tidak tahu untuk apa.

So...Nikmati saja karena tidak akan rugi mempelajari sesuatu yang mungkin untuk apa nantinya, tapi suatu saat itu akan terpakai dan berguna dalam kehidupan

Semoga bermanfaat


MENGENALI SEJAK DINI SESEORANG YANG MENGALAMI DEPRESI


MENGENALI SEJAK DINI SESEORANG YANG MENGALAMI DEPRESI


1.      Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010). 

Hawari (2007) medefinisikan depresi adalah gangguan alam perasaan (mood)yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/ RTA)masih baik, kepribadian tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.

2.      Etiologi dan Klasifikasi Depresi
a.       Etiologi
1)      Faktor Biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine neurotransmitter seperti norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A, 2010).
a)      Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
b)      Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan penelitian dikatakan bahwa penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam terjadinya gangguan depresi (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A, 2010).
c)      Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan depresi, dan beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau mengakhiri hidupnya mempunyai kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar serotonin pada platelet (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A, 2010).       
d)     Gangguan neurotransmitter lainnya
Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine neurotransmitter. Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada pasien-pasien yang menderita gangguan depresi (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A,  2010).
2)      Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam gangguan mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-hormon penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan, seksual, dan ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang. 3 komponen penting dalam sistem neuroendokrin yaitu : hipotalamus, kelenjar pituitari, dan korteks adrenal yang bekerja sama dalam feedback biologis yang secara penuh berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks serebral (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010).
3)      Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan, positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging (MRI) telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu dengan gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior, dan amygdala. Adanya reduksi dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks prefrontal, secara partikular pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010). 

b.      Klasifikasi depresi
Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
1)      Gangguan Depresi Mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi, perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2 minggu (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A, 2010).
2)      Gangguan Dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala-gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).
3)      Gangguan depresi minor
Tipe-tipe lain dari gangguan depresi adalah:
a)   Gangguan Depresi Psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai
dengan gejala-gejala, seperti: halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).
b)   Gangguan Depresi Musiman Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada musim semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).

3.      Faktor resiko depresi
a.       Jenis kelamin
Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang mengatakan bahwa perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan faktor psikososial berperan penting dalam gangguan depresi mayor ini (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A, 2010).

b.      Usia
Gejala depresi pada lansia prevalensinya tinggi dan semakin meningkat seiring bertambahnya umur. Lansia yang berumur 75 tahun keatas cenderung mengalami depresi (Veer-Tazelaar, 2007).
  
c.       Faktor sosial, ekonomi dan budaya
Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan depresi mayor, tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosial-ekonomi yang rendah (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010)

d.      Riwayat penyakit
Penyakit kronik yang diderita pasien selama bertahun-tahun biasanya menjadikan pasien lebih mudah terkena depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Chang-Quan, Bi-Rong, Zhen-Chan, Ji-Rong, dan Qing-Xiu (2009).

e.       Dukungan keluarga
Keluarga merupakan support sistem (sistem pendukung) yang berarti sehingga dapat memberi petuniuk tentang kesehatan mental klien peristiwa dalam hidupnya dan sistem dukungan yang diterima. Sistem dukungan penting bagi kesehatan pasien terutama fisik dan emosi. Pasien yang sering dikunjungi. diternani dan mendapatkan dukungan akan mempunyai kesehatan mental yang lebih baik (Juliana & Sukmawati, 2008).

f.       Lamanya menjalani dialysis
Pasien yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Hal ini bepengaruh pada stressor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan meliputi biologi, psikologi, sosial dan spriritual menurut penelitian (Tokala, 2015).

g.      Mekanisme koping adaptif
Mekanisme yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi, latihan keseimbangan dan aktifitas konstruktif.

h.      Kepribadian
Kualitas kepribadian yang matang menurut Allport (2012) yaitu :
1)    Eksistensi sense of self yaitu kemampuan berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas. Dan kemampuan untuk merencanakan masa depan.
2)     Hubungan hangat dan akrab dengan orang lain seperti keluarga dan teman.
3)  Penerimaan diri yaitu kemampuan untuk mengtasi reaksi berlebih hal –hal yang menyangkut dorongan khusus missal mengolah dorongan seks dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri

4.        Gejala klinis depresi
Gejala-gejala diatas, gejala-gejala lain yang dikeluhkan pasien depresi menurut National Institute of Mental Health (2010)  adalah:
a.    Hilangnya ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang dijalani
b.    Kekurangan energi dan adanya pikiran untuk bunuh diri
c.    Gangguan berkonsentrasi, mengingat informasi,dan membuat keputusan
d.   Gangguan tidur, tidak dapat tidur atau tidur terlalu sering
e.    Kehilangan nafsu makan atau makan terlalu banyak Nyeri kepala, sakit kepala, keram perut, dan gangguan pencernaan.

Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah perasaan emosional internal yang meresap dari seseorang dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010). Gejala depresi berdasarkan tingkat depresi dibagi menjadi 4 tingkat, yang akan dijelaskan di bawah ini(Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010):


a. Gangguan mood ringan dan depresi sedang ditandai dengan gejala depresi berkepanjangan setidaknya 2 tahun tanpa episode depresi utama. Untuk dapat diagnosis depresi ringan-sedang seseorang harus harus menunjukkan perasaan depresi ditambah setidaknya dua lainnya suasana hati yang berhubungan dengan gejala.
b.  Batas depresi borderline ditandai dengan gejala perasaan depresi yang berkepanjangan disertai perasaan depresi lebih dari dua suasana hati yang berhubungan dengan gejala.
c.  Depresi berat ditandai dengan gejala depresi utama selama 2 minggu atau lebih. Untuk dapat didiagnosis depresi berat harus mengalami 1 atau 2 dari total 5 gejala depresi utama.

d. Depresi ekstrim ditandai dengan gejala depresi utama yang berkepanjangan. Untuk dapat diagnosis depresi ekstrim mengalami lebih dari 2 dari total 5 gejala depresi utama.


5.    Pengukuran depresi
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berhubungan dengan alam perasaan  yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola-pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, HI., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010).

Beck Depression Inventory dibuat oleh Dr.Aaron T. Beck, BDI merupakan salah satu instrumen yang paling sering digunakan untuk mengukur derajat keparahan depresi. Para responden akan mengisi 21 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki skor 1 s/d 3, setelah responden menjawab semua pertanyaan kita dapat menjumlahkan skor tersebut, Skor tertinggi adalah 63 jika responden mengisi 3 poin keseluruhan pertanyaan. Skor terendah adalah 0 jika responden mengisi poin 0 pada keseluruhan pertanyaan. Total dari keseluruhan akan menjelaskan derajat keparahan yang akan dijelaskan di bawah ini.
a.       1-10 = normal
b.      11-16 = gangguan mood ringan
c.       17-20 = batas depresi borderline
d.      21-30 = depresi sedang
e.       31-40 = depresi berat
f.              >40 = depresi ekstrim

PEMAHAMAN DAN PENGERTIAN PENERIMAAN DIRI SESEORANG

PEMAHAMAN DAN PENGERTIAN PENERIMAAN DIRI SESEORANG

Definisi Penerimaan Diri

Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.


Sebagai dasar penerimaan diri Ross membagi menjadi 5 tahap kehilangan atau berduka sebagai berikut :
  1. Denial
    Penolakan seseorang dalam tahap ini mempercayai bahwa keadaan yang sekarang adalah suatu kesalahan atau mempercayai sesuatu yang salah.
  2. Anger
    Ketika orang itu sadar bahwa penolakan ini tidak dapat berlanjut, frustasi apa bila kehilangan seseorang yang sangat dekat.
  3. Bergaining
    Tahap ini mengkaitkan harapan bahwa orang tersebut akan menghindari sebuah keduakaan tersebut.
  4. Depression
    Dalam tahap ini orang tersebut akan larut dalam problematika kehidupan sendiri sehingga lebih diam dan menarik diri.
  5. Acceptance
    Tahap ini dimana seseorang dapat menerima keadaan dengan tenang. 



Aspek-aspek dan Indikator Penerimaan Diri

Penerimaan diri tidak berarti seseorang menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut, orang yang menerima diri berarti telah mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini, serta mempunyai keinginan untuk mengembangkan diri lebih lanjut. 

Aspek-aspek penerimaan diri adalah:

  1. Perasaan sederajat.
    Individu merasa dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain, sehingga individu tidak merasa sebagai orang yang istimewa atau menyimpang dari orang lain. Individu merasa dirinya mempunyai kelemahan dan kelebihan seperti halnya orang lain. 
  2. Percaya kemampuan diri.
    Individu yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari sikap individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan sikap baiknya dan mengeliminasi keburukannya dari pada ingin menjadi orang lain, oleh karena itu individu puas menjadi diri sendiri. 
  3. Bertanggung jawab.
    Individu yang berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. Sifat ini tampak dari perilaku individu yang mau menerima kritik dan menjadikannya sebagai suatu masukan yang berharga untuk mengembangkan diri.
  4. Orientasi keluar diri.
    Individu lebih mempunyai orientasi diri keluar dari pada ke dalam diri, tidak malu yang menyebabkan individu lebih suka memperhatikan dan toleran terhadap orang lain, sehingga akan mendapatkan penerimaan sosial dari lingkungannya. 
  5. Berpendirian.
    Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri dari pada bersikap conform terhadap tekanan sosial. Individu yang mampu menerima diri mempunyai sikap dan percaya diri yang menurut pada tindakannya sendiri dari pada mengikuti konvensi dan standar dari orang lain serta mempunyai ide aspirasi dan pengharapan sendiri. 
  6. Menyadari keterbatasan.
    Individu tidak menyalahkan diri akan keterbatasannya dan mengingkari kelebihannya. Individu cenderung mempunyai panilaian yang realistik tentang kelebihan dan kekurangannya. 
  7. Menerima sifat kemanusiaan.
    Individu tidak menyangkal impuls dan emosinya atau merasa bersalah karenanya. Individu yang mengenali perasaan marah, takut dan cemas tanpa menganggapnya sebagai sesuatu yang harus diingkari atau ditutupi (Sheerer, dalam Hall & Lindzey, 2010).
    Orang yang sehat secara psikologis dan yang dapat digolongkan sebagai orang yang menerima diri adalah orang yang selalu terbuka terhadap setiap pengalaman serta mampu menerima setiap kritikan dan masukan dari orang lain.


By : Zaira Shakila Love

Baca juga :




EFEK DARI SELF INJURY

EFEK DARI SELF INJURY



Apakah itu Self Injury?
Self Injury merupakan salah satu penyakit psikologis yang akhir-akhir ini banyak diderita oleh beberapa orang yang menderita trauma secara psikis. Self injury sebenarnya dapat diartikan sebagai menyakiti diri sendiri atau menganiaya diri sendiri agar mendapat kepuasan yang diinginkan. Sebenarnya penyakit ini merupakan kelainan yang terjadi akibat depresi, dan juga stress yang berkepanjangan. Berikut adalah beberapa macam self injury, seperti yang dikutip Sbobet Casino.

Self Injury ringan, ialah kelainan menyakiti diri sendiri namun masih dalam taraf yang wajar. Sebenarnya tanpa kita sadari kita juga sering melakukan self injury dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu contoh self injury ringan ialah diet. Diet sebenarnya baik untuk kesehatan tubuh. Namun jika berlebihan efeknya akan berbahaya. Selain itu self injury ringan dapat berupa memencet jerawat, dan mengopek luka yang akan kering.

Self injury sendiri merupakan kelainan psikologis yang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bukan karena jumlah kasus ini sedikit namun karena kasus-kasus yang ada merupakan suatu “fenomena gunung es”. Saat ini terdapat kecenderungan semakin meningkatnya jumlah remaja dan dewasa muda yang melakukan self injury sehingga topik ini harus dipahami dengan lebih baik.

Secara ringkas self injury didefinisikan sebagai mekanisme coping yang digunakan seorang individu untuk mengatasi rasa sakit secara emosional atau menghilangkan rasa kekosongan kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri. 

Self injury merupakan mekanisme coping yang kejam dan merusak namun banyak orang melakukannya karena memang mekanisme tersebut bekerja dan bahkan bisa menyebabkan kecanduan.

Menurut Patti Adler, seorang professor sosiologi di University Colorado, melihat perihal menyakiti diri sendiri sebagai semacam “pertolongan diri”, daripada ekspresi yang mendekati bunuh diri. Melukai diri, menurutnya, cenderung mengarah pada mengurangi ketegangan, euforia, perasaan seksual yang meningkat, kemarahan, kepuasan keinginan menghukum diri sendiri, keamanan, keunikan, manipulasi orang lain, dan membantu dari perasaan depresi, kesepian, kehilangan, dan keterasingan. 

Oleh karena itu, self injury dibedakan dari bunuh diri walau keduanya sama-sama menyebabkan luka fisik pada tubuh. Perilaku ini bertujuan untuk mencapai pembebasan dari emosi yang tak tertahankan, perasaan bahwa dirinya tidak nyata, dan mati rasa.

Dorongan untuk menyakiti diri sendiri selalu muncul bagi orang-orang penderita self-injury. Orang-orang seperti ini merasa tenang jika sudah terluka dan merasa bisa lebih mengontrol dengan menyakiti diri. Seperti dikutip dari BBCNews, ada beberapa hal yang diduga bisa menjadi penyebab orang suka melukai dirinya sendiri, yaitu:

Merasa putus asa mengenai suatu masalah dan tidak tahu ke mana harus mencari bantuan. Hal ini akan membuat seseorang terjebak dan tidak berdaya, sehingga dengan menyakiti diri sendiri akan membuat orang tersebut merasa lebih terkontrol.

Perasaan marah atau tegang yang rasanya seperti mau meledak. Hal ini membuat ia berpikir dengan merugikan diri sendiri dapat mengurangi ketegangan yang ada.
Perasaan bersalah atau malu yang tidak tertahankan. Menyakiti diri sendiri menjadi caranya untuk menghukum dirinya.

Merasa terpisah antara dunia dan tubuhnya. Menyakiti diri sendiri bisa menjadi cara untuk mengatasi pengalaman yang menyedihkan seperti trauma atau pelecehan dan juga menghindari rasa sakit dari memori yang ada

Melukai diri sendiri bisa menjadi musuh nomor satu yang tidak kalah membahayakan diri baik secara fisik maupun mental. Biasanya ini terjadi tanpa disadari, yaitu saat kita sedang merasa down, kecewa, sedih atau sesekali merasa kurang percaya diri. 

Pelaku yang melukai diri sendiri sadar bahwa perbuatan yang dilakukan hanya menyebabkan pembebasan yang bersifat sementara dan tidak mengatasi akar permasalahannya. Namun bila tidak diatasi dengan benar dan cepat, akan memiliki kecenderungan untuk mengulanginya dengan peningkatan pada frekuensi dan derajat kerusakan secara fisik yang ditimbulkannya.

Kesalahan konsepsi yang lazim dijumpai dalam self injury adalah bahwa masyarakat umum menganggap bahwa tindakan ini dilakukan oleh pelakunya untuk mencari perhatian semata. Sedangkan dalam kenyataannya, banyak pelaku self injury yang sangat menyadari keberadaan luka pada tubuh mereka dan berusaha menyembunyikannya dari orang lain. 

Jika dipertanyakan oleh orang lain bagaimana mereka memperoleh luka-luka tersebut maka biasanya mereka menjawab bahwa luka-luka tersebut diperoleh dengan cara lain misalnya saja kecelakaan atau lainnya.

Walaupun perilaku ini nampaknya ekstrim namun sebenarnya kita tetap dapat melihat perilaku self injury dalam kelompok masyarakat yang ’sehat’. Misalnya menggigiti kuku, memencet jerawat, atau menggaruk bekas gigitan nyamuk sampai berdarah. 

Ada banyak juga orang-orang yang rela mengikuti diet hingga kelaparan hanya supaya dapat memakai celana ukuran tertentu. Jadi harus diperhatikan bahwa sebenarnya banyak orang yang melakukannya namun yang harus diperhatikan adalah bila kegiatan ini sudah membutuhkan perhatian khusus karena dilakukan secara berulang.

Yang bisa dilakukan untuk menolong orang yang suka melukai diri sendiri adalah dengan menjadi ‘tempat sampah’ untuk mendengarkan cerita mereka dan berusaha untuk mengarahkan masalahnya ke arah yang benar. Satu hal yang pasti, perlu bantuan professional seperti psikiater atau konselor untuk mengatasi masalah self injury-nya.

loading...