Puncak Hati

Heart to Heart

MENGENAL PENYAKIT GINJAL KRONIK DAN HEMODIALISIS


MENGENAL PENYAKIT GINJAL KRONIK DAN HEMODIALISIS

1. PGK ( Penyakit Ginjal Kronik)

a.       Definisi PGK
PGK merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala eremia (retensi urea dan sampah nitrogen dalam darah).(Smeltzer, 2008)
b.      Klasifikasi
Klasifikasi penyakit PGK didasarkan atas dasar derajat (stage) atau penilaian stadium PGK dilihat berdasarkan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR).



 Kidney Desease Outcomes Quality Initiative Suggested Stages of Chronic Kidney Desease
(KDIGO, 2012)

Stage
Description
GFRα (ml/mnt/1,73 m2)
G1
Normal or high
    >90
G2
Midly decreased
60 – 89
G3a
Mildly to moderately decrease
                   45 – 59
G3b
Moderately to severely decrease
30 – 44
G4
G5
Severely decrease
Kidney failure
15 – 29
                  <15
                
c.     Etiologi
PGK terjadi akibat berbagai macam keadaan yang merusak nefron ginjal. Smeltzer dan Bare (2008) dan KDIGO (2013) menyebutkan bahwa CKD dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus; glomerulonefritis kronik; pielonefritis; hipertensi yang tidak dapat dikontrol; obstruksi trakstus urinarius; lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, idiopatik fokal sklerosis, vesikouretral refluk, asidosis tubulus distal, infeksi, medikasi atau agen toksik berupa bahan kimia.

d.      Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik sering berlangsung progresif melalui lima stadium. Stadium 1 yaitu kerusakan ginjal dengan glomerular filtration rate (GFR) normal atau GFR > 90ml/min/1.73m2. yaitu kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam pemeriksaan pencitraan dengan GFR normal atau hampir normal, tepat atau di atas 90 ml per menit (≥ 75% dari nilai normal). 

Stadium 2 yaitu kerusakan ginjal ringan dengan GFR 60-89ml/min/1.73m2 . Pada tahap ini dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal. 

Stadium 3 yaitu kerusakan ginjal sedang dengan GFR 30-59ml/min/1.73m 2.. Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron terus menerus mengalami kematian. Stadium 4 yaitu kerusakan ginjal berat dengan GFR 15- 29ml/min/1.73m2 dengan hanya sedikit nefron yang tersisa dan tahap 5 GFR <15ml/min/1,73m2 yang sering disebut End Stage Renal Disease (ESRD) dan perlu tindakan hemodialis (Levey, Morgan & Brown, 2007).

e.       Manifestasi Klinis
Gejala-gejala akibat Penyakit Ginjal Kronik menurut Ariani (2016):
1)    Terasa sakit di bagian pinggang
Tubuh sering merasakan sakit di bagian belakang tempat organ ginjal berada, yaitu di bagian punggung belakang bawah sisi kiri dan kanan. 
2)    Perubahan urine
Terjadi perubahan warna pada urine dan diikuti oleh frekuensi buang air kecil. Urine mengalami perubahan biasanya warnanya lebih kecoklatan. Frekuensi buang air kecil menjadi lebih sering atau jarang padahal volume minum sudah biasa atau normal.
3)     Letih
Gejala sering letih dan tidak bergairah dalam menjalani rutinitas sehari-hari sebab jika ginjal mengalami gangguan maka tubuh mengalami kekurangan oksigen dan sel darah merah sehingga merasa lelah dan tidak bersemangat.
4)    Terjadi Pembengkakan
Pembengkakan pada salah satu bagian tubuh sebut saja seperti dibagian tangan, lengan, kaki, bahkan pada wajah. Ini diakibat akibatkan oleh penumpukan cairan di karenakan ginjal tidak mampu menyaring cairan yang masuk ke dalam tubuh.
5)     Pernafasan terganggu
Pernafasan terganggu seperti sesak nafas atau merasa sulit bernafas karena cairan dalam tubuh yang tidak bisa disaring di dalam ginjal menumpuk di organ paru-paru.
6)     Gatal berlebihan
Diketahui fungsi utama ginjal adalah membuang limbah atau kotoran dari aliran darah, saat fungsi ini tidak berjalan maka penumpukan kotoran di dalam tubuh menyebabkan gatal yang berlebihan.
7)    Bau mulut
Penderita mengalami bau mulut secara terus menerus di karenakan karena timbunan limbah di dalam tubuh.
8)      Nafsu makan menurun
Penumpukan sisa metabolisme dalam tubuh berakibatkan pada penurunan nafsu makan. 
9)    Tekanan darah tinggi
Gejala penyakit ginjal dapat dideteksi dari tekanan darah yang cenderung naik akibat penumpukan cairan di pari-paru dan jantung maka tekanan darah naik kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

f.       Penatalaksanaan
Menurut Potter & Perry (2010) penatalaksanaan pada pasien penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1)   Diet restriksi asupan kalium, fosfat, natrium, dan air untuk menghindari hiperkalemia, penyakit tulang, dan hipervolemia. Hipervolemia ringan dapat menyebabkan hipertensi dan mengarah ke penyakit vaskular dan hipertrofi ventrikel kiri. Hipervolemia berat menyebabkan edema paru.

2)   Tekanan darah yang tidak dapat dikontrol dengan balance cairan ketat diobati dengan inhibitor angiotensin converting enzim (ACE), bloker reseptor angiotensin, β-bloker, atau vasodilator.

3)  Anemia diobati dengan eritropoietin, setelah dipastikan tidak ada perdarahan dari saluran pencernaan atau menstruasi berlebihan serta kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat.

4)  Penyakit tulang diobati dengan mengurangi asupan fosfat, mengonsumsi senyawa pengikat fosfat bersama makanan, dan mengonsumsi vitamin D dalam bentuk 1-hidroksi-vitamin D3 atau 1,25-hidroksi-vitamin D3.

5)  Pembatasan cairan untuk mencegah kelebihan cairan. Pasien penyakit ginjal kronik yang mengalami kelebihan volume cairan harus membatasi asupan cairannya dengan melakukan perencanaan dan pembagian cairan yang akan dikonsumsi dalam sehari, misalnya jika dibatasi 1000 ml/hari dapat dibagi dalam 6 kali minum dengan pembagian: sarapan sekitar 150 ml, snack pagi 100 ml, makan siang 250 ml, snack sore 100 ml, makan malam 150 ml dan snack malam 100 ml. Sisanya sekitar 150 ml didapat dari makanan, baik berupa sayuran, buah-buahan, sup, snack dan lain sebagainya.

6) Terapi pengganti ginjal Jika gangguan ginjal kronik bersifat berat, dialisis atau transplantasi ginjal biasanya diperlukan. Tanpa terapi penggantian ginjal, kematian akibat kelainan metabolik dapat terjadi dengan cepat. Transplantasi merupakan pengobatan yang paling baik, namun karena jumlah organ yang tersedia sedikit, maka pasien biasanya memulai dialisis sambil menunggu transplantasi. Terapi pengganti ginjal yang banyak digunakan di Indonesia adalah hemodialisa. Dialisis dimulai untuk mengatasi atau mencegah hiperkalemia yang mengancam jiwa, asidosis, atau edema paru hipervolemik, atau untuk mengatasi komplikasi gagal ginjal kronik seperti perikarditis, neuropati, kejang dan koma.

g.      Komplikasi
Komplikasi PGK menurut Ariani (2016) diantaranya adalah :
1)      Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukan diet berlebihan
2)      Perkarditis
Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak kuat.
3)      Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin angiostensin-aldosteron.
4)      Anemia
Akibat penurunan eritropoestin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
5)      Penyakit Tulang
Klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

2. Hemodialisis

a.       Definisi hemodialisis
Hemodialisa adalah proses untuk mengambil zat-zat nitrogen toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisa aliran darah yang penuh toksin dan limbah nitrogen dialirkan dari tubuh pasien ke dialyzer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan kembali ke dalam tubuh pasien (Smeltzer dan Bare, 2008).  
b.      Indikasi
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi hemodialisis emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Hemodialisis segera adalah hemodialisis yang harus segera dilakukan. Indikasi  Hemodialisis segera menurut Daugirdas, Blake, dan Ing , ( 2007) diantaranya yaitu :
1)        Kegawatan ginjal
a)        Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b)        Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c)        Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d)       Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5mmol/l
e)        Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f)         Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g)        Ensefalopati uremikum
h)        Neuropati/miopati uremikum
i)          Perikarditis uremikum
j)          Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k)        Hipertermia
l)          Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.

2)     Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.  Menurut K/DOQI (dalam Daugirdas, Blake, & Ing , 2007). Dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggapbaru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut berikut ini:
a)      Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
b)      Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
c)      Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan  cairan.
d)     Komplikasi metabolik yang refrakter.

c.     Cara kerja hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen yaitu : kompartemen darah, kompartemen cairan pencuci (dialisat), ginjal buatan (dialiser). 

Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daugirdas, Blake, & Ing,  2007).

Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. 

Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. 

Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daugirdas, Blake, & Ing, 2007). Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran (Daugirdas, Blake, & Ing,  2007).

d.      Komplikasi hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). 

Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. 

Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis reguler. 

Namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010). Komplikasi hemodialisis dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik (Daugirdas, Blake, & Ing , 2007).

1)      Komplikasi akut
Komplikasi Akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung disebut juga komplikasi intradialisis. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daugirdas, Blake, & Ing, 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). 

Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat hemodialisis atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daugirdas, Blake, & Ing , 2007).

2)    Komplikasi kronik
Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi diantaranya gagal jantung, malnutrisi, hipertensi / volume excess, anemia, renal osteodystrophys, neurophaty, disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, dan acquired cystic kidney disease (Bieber dan Himmelfarb, 2013).

e.       Dampak hemodialisis
Hemodialisis pada pasien ginjal kronik menurut Canisti (2008) yaitu:

1)    Dampak fisik menjadikan klien lelah dan lemah sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, menyebabkan keterbatasan dalam bekerja, dan keterbatasan melakukan kegiatan seperti sebelum melakukan cuci darah (hemodialisa), pasien yang menderita gagal ginjal kronik pun akan cenderung lebih mudah lelah sehingga tidak akan mampu bekerja dalam waktu lama (hemodialisis).

2)    Dampak sosial, pasien ginjal kronis mengalami gangguan peran dan perubahan gaya hidup sangat berhubungan dengan beban fisik dan psikologis karena sakit, pasien tidak diikutsertakan dalam kehidupan sosial di keluarga dan masyarakat, tidak boleh mengurus pekerjaan, sehingga terjadi perubahan peran dan tanggung jawab dalam keluarga. Pasien merasa bersalah karena ketidakmampuan dalam berperan dan ini merupakan ancaman harga diri pasien.

3)   Dampak psikologis yang dirasakan pasien seringkali kurang menjadi perhatian bagi para dokter ataupun perawat. Pada umumnya, pengobatan di rumah sakit difokuskan pada pemulihan kondisi fisik tanpa memperhatikan kondisi psikologis pasien seperti kecemasan dan depresi.

Aspek Psikiatri terapi hemodialisis menurut (Casniti,2009) :
1)   Cemas dan depresi adalah reaksi yang sering terjadi pada pasien dengan PGK, seperti juga sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronis yang lain.
2)     Reaksi tergantung pada pola koping dan hubungan keluarga.
3)   Biasanya depresi adalah reaksi dari hilangnya kemandirian dan kehilangan yang lain (misal sumber keuangan, keluarga) bukan karena penyakitnya itu sendiri.


By : Zaira Shakila Love

Baca Juga :

No comments:

Post a Comment

loading...